PAKAR HUKUM, RENCANA REVISI UU-LLAJ PEMBOROSAN ANGGARAN, MASIH LAYAK DIGUNAKAN


" Bertentangan Dengan Prinsip Penghematan Uang Negara, Prinsip Efisiensi, Proporsionalitas Serta Pemanfaatan " 

Perbaikan UU no 22 thn 2009, itu harus memiliki studi kelayakan yang memadai

NEWSULSEL.com, Makassar - Upaya revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ terus digulirkan oleh badan ahli komisi V DPR RI. Kepala Pusat Perancangan UU Badan Keahlian DPR RI hadir di Makassar untuk meminta masukan ke fakultas tehnik dan fakultas hukum di Universitas Hasanuddin secara tertutup, kemarin Makassar, Kamis 31 Juni 2018.

Dalam kesempatan tersebut KPPUU Badan Keahlian DPR RI, Dr.Inosensius Samsul mengungkapkan, masukan terkait RUU LLAJ ini guna mendesain infrastruktur dan menajemen transportasi di Indonesia ke depannya.

Namun diakuinya, Rancangan Undang Undang LLAJ ini masih menuai pro dan kontra di masyarakat. Maka dari itu, mereka masih dalam tahap perancangan naskah akademik dan meminta masukan dari beberapa pakar di daerah. 

Menanggapi hal tersebut, beberapa pakar kemudian angkat bicara terikat rencana akan direvisinya Rancangan Undang-Undang No. 22 Tahun 2019 tentang LLAJ.

Pakar Transportasi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof.Dr.Ir.Lambang Basri Said mengatakan UULLAJ NO. 22/2009 sudah meng-akomodir format-format kendaraan yang tidak dalam trayek. 

Dengan diterbitkannya Permenhub 108/2017 sudah mengakomodir semua dengan tanpa menyatakan secara eksplisit sistem angkutan itu apakah itu konvensional atau apakah itu online, ini artinya antara keduanya satu sistem .

"Kalaupun ada pengembangan, maka Pepres mungkin lebih elok, dan lebih bagus jika Perpresnya dibuat terlebih dahulu, Clear lalu kemudian di Diktum Perpres yang baru itu menyatakan dengan berlakunya Perpres ini, Permen 108/2017 dinyatakan tidak berlaku lagi. Ini adalah formulasi peraturan untuk lebih meng-update sistem dalam rangka mengakomodasi semua dan UULLAJ No. 22/2009 tetap exist, " jelas Prof.Lambang Basri Said. 

Senada, Prof.M.Said Karim, Guru Besar Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (UNHAS) mengungkapkan, subtansi isi/materi Undang - Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sebagian besar pada umumnya masih baik dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. 

Selain itu, sinergitas aparat penegak hukum lainnya di Indonesia dalam perspektif Integrated Kriminal Justice Sistem (ICJS/Sistem Pidana Terpadu) serta hubungan koordinasi dengan instansi kementerian lainnya selaku stekholder .

"Jadi jika akan direvisi, biaya yang harus dikeluarkan oleh negara cukup besar dan waktu yang digunakan untuk merevisi tidak singkat, sehingga bertentangan dengan prinsip penghematan uang negara, prinsip efisiensi, proporsionalitas serta kemamfaatan, " jelas Prof. Said Karim. 

Sebagai bukti lanjut Said Karim, beberapa kali UU Nomor. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ diajukan judicial review oleh perseorangan maupun kelompok orang /organisasi ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk mengubah pasal-pasal, dalam UU Nomor. 22 Tahun 2009. 

" Ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, sebab tidak ada pasal dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ yang bertentangan dengan UUD 1945 , dan tidak ada bertentangan dengan norma hukum," ungkapnya.

"Saya pribadi cukup memahami benar tentang sidang-sidang di MK sehubungan dengan judicial review atas UU ini karena saya biasa diundang sebagai saksi ahli. Kesimpulannya UU ini masih dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga tidak perlu direvisi, " jelas Said karim. 

Ditempat terpisah, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof.Dr.A.Muin Fahmal mengungkapkan, bahwa perbaikan itu harus memiliki studi kelayakan yang memadai. Perlu saya ingatkan bahwa rancangan kitab UU Pidana kita sudah 56 tahun, dirancang itu artinya kalau UU mau dibikin baik tidak semudah itu.

"Oleh karena itu saya ingin menekankan bahwa dalam konteks ini UU Nomor. 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ adalah cukup kondusif untuk dilaksanakan. Dari pada masing- masing sektoral menterjemahkan kesana kemari, tidak ada alasan konkret untuk mengubah atau merevisi UU tersebut, " kata Prof.Muin Fahmal....(Rd/Ns.c).



Lp. Marwan
Editor. Andi PW


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.